Postingan

Aku Bukan Pilihan, Aku Tujuan

Aku tidak pernah menjadikan siapapun sebagai pilihan. Maka dari itu, aku pun tidak sudi dijadikan pilihan. Jadikan aku satu-satunya, atau jangan sama sekali. Jika kau punya opsi lain, pergilah. Aku tidak akan memaksamu untuk tinggal. Aku mampu melepasmu, bahkan tanpa perdebatan. Kau boleh selektif dalam mencari pasangan, tapi selektif itu bukan berarti membuka hati untuk semua lalu menimbang-nimbang mana yang paling nyaman. Kalau kau mendekati banyak orang, itu bukan selektif—itu bimbang, atau bahkan egois. Pilih satu. Ambil resikonya. Jika itu aku, yakinkan hatimu berulang kali. Bukan karena aku sempurna, tapi karena aku ingin jadi tujuan, bukan cadangan. Jadikan aku rumahmu, bukan tempat singgah. Jadikan aku tujuanmu, bukan persinggahan. Dan jika kau benar-benar siap menggenggam tanganku, maka kau juga harus siap menggenggam seluruh hidupku.

Anak Yang Dipilih Semesta

Dalam sebuah keluarga, selalu ada satu anak yang mengalami kebangkitan spiritual. Ia lahir di tengah ketidakharmonisan, tumbuh di antara tekanan demi tekanan sejak kecil, merasakan pahitnya kekurangan ekonomi, dan disuguhkan rangkaian ketidakberuntungan yang tidak ia pesan. Tapi dari semua itu, ia tak menjadi keras — justru tumbuh dengan kedewasaan yang melampaui usianya. Di usia muda, pikirannya matang. Ia mampu menyelesaikan masalah yang bahkan orang dewasa pun sering hindari. Memiliki tekad kuat untuk keluar dari segala bentuk penderitaan, tapi tidak lupa untuk terus menanam kebaikan dalam diam. Ia terbiasa membantu orang lain, bahkan ketika dirinya sendiri sedang butuh pertolongan. Ia adalah penenang dalam keluarga yang gaduh, pemadam dalam rumah yang sering terbakar emosi. Tulus mengurai simpul masalah yang tak pernah ia buat, dan ringan tangan dalam memudahkan urusan siapa pun yang datang padanya. Meski hidupnya tidak mudah, ia tidak membiarkan itu mengeras di hatinya. Ia memilik...

Ayah, Aku Belajar Pulih Tanpamu

Ayah, tidak denganmu tidak menjadikanku haus akan kasih juga sayang seorang pria. Aku memang kehausan akan peranmu, aku memang buta jika itu tentang kasih juga sayangmu. Tapi, itu semua tidak membuatku mencari sosokmu di pria lain. Sebab aku tahu satu hal, peranmu yang besar itu tidak bisa digantikan oleh siapapun. Lebih dari itu, aku dengan kesadaran penuhku tidak ingin melibatkan laki-laki manapun dalam prosesku mencari sembuh. Sebab dia tidak bertanggung jawab atas luka-luka ku yang tidak bernama itu. Dia tidak bertanggung jawab atas berantakkan juga kacauku yang tidak sederhana itu. Lantas aku sepakat untuk tidak memulai hubungan apapun sebelum aku selesai dengan diriku sendiri. Ayah, ternyata dewasaku rumit, tidak mudah, juga banyak kehilangan arahnya. Semakin aku tumbuh, semakin aku haus akan peranmu dan aku kelimpungan akan hal itu. Ada hari-hari di mana aku ingin berhenti jadi dewasa, ingin kembali ke waktu ketika dunia belum seberisik ini. Tapi aku sadar, waktu tak bisa kuputa...

Aku Hanya Punya Aku

Yang lahir dari sepi, dibesarkan oleh kehilangan, diasuh oleh luka-luka yang tak kunjung mati. Tanganku bukan tangan ibu. Pundakku bukan bahu ayah. Jemariku hanya kabut dingin yang menyeka pipi sendiri. Aku hanya punya aku. Yang memeluk raga kecilku, seperti reruntuhan merangkul debu. Aku menggigil di dalam tubuh sendiri, mengais hangat yang tak pernah ada. Aku berbicara, aku menjawab, tetapi suara-suara itu hanya gema, menampar sunyi — lalu lenyap. Aku hanya punya aku — yang berdiri di tepi malam, menatap jurang tanpa dasar, bertanya pada bayangan sendiri: Haruskah aku melompat? Atau… Sudah mati sejak lama, hanya lupa bagaimana caranya berhenti? Aku hanya punya aku, ya8ng berdoa pada langit bisu, memohon belas kasih yang tak turun-turun. Tuhan terlalu jauh, dan aku terlalu hancur untuk dijangkau. Aku hanya punya aku. Dan itu,  tak pernah cukup. Tapi jika suatu hari, aku memilih untuk tetap bangun, meski tanpa peluk, tanpa sandaran, tanpa nama yang kupanggil, itu bukan karena aku k...

Jangan Biarkan Cintamu Murah

Duhai wanita, sini aku bisikkan sesuatu yang penting untuk kamu tahu. Laki-laki itu pintar. Ia bisa menyentuhmu tanpa cinta, bisa berkata manis, memujamu, menaruh perhatian setiap waktu— padahal tak ada niat serius di hatinya. Hanya permainan, hanya godaan. Dan kamu, dengan hati lembutmu, sering kali tertipu dan mengira: "Ini cinta." Padahal tidak, sama sekali bukan. Percayalah, tidak ada cinta yang benar-benar cinta sebelum ada ikatan yang sah. Cinta yang sesungguhnya bukan terjadi di masa pacaran, tapi setelah dua insan dihalalkan oleh Allah. Sebelum itu, semua hanyalah ujian—godaan yang dibungkus manis, dan diikuti oleh hawa nafsu. Dan tahukah kamu, di akhir cerita yang seperti ini, sering kali kamulah yang paling dirugikan. Bukan dia. Berita-berita buruk tentang wanita yang tersakiti bukan fiksi. Itu nyata. Terjadi. Berkali-kali. Jadikan itu pelajaran sebelum kamu menyesal. Jika lelaki bisa begitu licik, maka kamu, wanita, harus lebih cerdas. Jangan mau diajak pacaran. Ja...

Pelan-Pelan Pulang Ke Dalam

Aku berhutang ribuan maaf pada diriku sendiri. Pada hati yang terlalu sering kubungkam, pada jiwa yang kupaksa terus kuat, bahkan saat ia hanya ingin diam. Aku terlalu sering memaksakan langkah ke arah yang bukan jalanku. Terlalu sering menyusutkan mimpi karena takut dianggap berlebihan. Terlalu sering memaksa senyum, padahal dunia di dalamku sedang retak. Aku sibuk jadi kuat... sampai lupa bagaimana rasanya jadi manusia. I forgot how to be soft with myself. Terlalu sibuk mengejar ekspektasi—yang bahkan bukan milikku. Sampai lupa bertanya: "Apa yang benar-benar aku inginkan?" Aku pernah merasa gagal hanya karena langkahku berbeda. Padahal... siapa bilang semua orang harus punya kecepatan yang sama? Kita ini nggak harus bisa segalanya. Nggak semua hal harus ditaklukkan. Kadang yang paling berani adalah: berhenti sejenak. Bilang ke diri sendiri: "Cukup, kamu sudah berjuang sejauh ini." Dan kamu tahu? Ada keindahan yang sunyi saat kita mulai menerima bahwa kapasitas ki...

Sedang Belajar Ikhlas

Belakangan ini, aku menghabiskan banyak waktu hanya untuk satu hal yang kelihatannya sederhana: mencari ikhlas. Di tengah tumpukan marah, kecewa, dan rasa tidak mampu memahami kenyataan yang jauh dari ekspektasi, aku belajar… pelan-pelan. Belajar untuk tidak terus-menerus menyalahkan diri sendiri atas semua hal yang tidak berjalan seperti yang aku harapkan. Aku tahu, terus bertanya "kenapa harus aku?" tidak akan pernah mengubah alurnya. Tapi ternyata… menerima juga bukan hal yang instan. It takes patience, and pain too. Pernah nggak, kamu merasa seperti dikejar oleh kenyataan yang tidak kamu pesan? Pernah nggak, kamu mencoba berlapang dada, tapi justru dadamu yang makin sesak? "Kalau memang ini takdir, kenapa rasanya seperti dihukum?" Pertanyaan-pertanyaan itu datang… dan aku tau, aku tidak sendiri. Hari-hari ini, aku sedang berusaha mencari alasan kenapa aku harus tetap kuat. Why I should forgive something I never deserved. Bukan karena aku suci. Bukan karena aku t...