Ayah, Aku Belajar Pulih Tanpamu
Ayah, tidak denganmu tidak menjadikanku haus akan kasih juga sayang seorang pria.
Aku memang kehausan akan peranmu, aku memang buta jika itu tentang kasih juga sayangmu.
Tapi, itu semua tidak membuatku mencari sosokmu di pria lain.
Sebab aku tahu satu hal, peranmu yang besar itu tidak bisa digantikan oleh siapapun.
Lebih dari itu, aku dengan kesadaran penuhku tidak ingin melibatkan laki-laki manapun dalam prosesku mencari sembuh.
Sebab dia tidak bertanggung jawab atas luka-luka ku yang tidak bernama itu.
Dia tidak bertanggung jawab atas berantakkan juga kacauku yang tidak sederhana itu.
Lantas aku sepakat untuk tidak memulai hubungan apapun sebelum aku selesai dengan diriku sendiri.
Ayah, ternyata dewasaku rumit, tidak mudah, juga banyak kehilangan arahnya.
Semakin aku tumbuh, semakin aku haus akan peranmu dan aku kelimpungan akan hal itu.
Ada hari-hari di mana aku ingin berhenti jadi dewasa, ingin kembali ke waktu ketika dunia belum seberisik ini.
Tapi aku sadar, waktu tak bisa kuputar.
Aku pernah menyalahkanmu dalam diam. Pernah menyesali jarak yang tumbuh di antara kita.
Tapi kini aku memilih untuk berhenti menuntut apa yang tak bisa kau beri, dan mulai memeluk luka yang kau tinggalkan.
Bukan untuk menghakimi, tapi untuk memahami.
Bahwa setiap manusia punya keterbatasan, dan mungkin... kau juga terluka sebelum aku lahir.
Jadi, Ayah...
Biar aku yang belajar menjadi baik meski tanpa bimbinganmu.
Biar aku yang tumbuh menjadi utuh, meski tanpa pelukanmu.
Dan jika suatu hari aku jadi seseorang yang kuat dan penuh kasih, ketahuilah…
Aku tidak membencimu. Aku hanya belajar bertahan tanpamu.
Komentar
Posting Komentar