Sudut Pandang

Untuk diriku sendiri, dan untuk kamu yang tak sengaja menemukan tulisan ini.

Sudut pandang adalah sesuatu yang tak terlihat, tapi mampu membentuk segalanya — cara kita menilai, cara kita mencintai, bahkan cara kita bertahan. Kadang kita terlalu percaya pada apa yang mata lihat, padahal tak semua yang nyata bisa diukur dengan logika. Ada hal-hal yang hanya bisa dipahami dengan hati, dan hanya bisa dirasakan bila kita berani membuka ruang untuk melihat dari sisi yang berbeda.

Aku pernah, bahkan sering, mengira bahwa pemahamanku tentang dunia adalah yang paling mendekati kebenaran. Aku merasa orang lain yang salah — terlalu rumit, terlalu berlebihan, terlalu lemah. Tapi semakin waktu berjalan, semakin banyak luka yang aku lihat, semakin banyak cerita yang diam-diam mengalir dalam diam seseorang... aku sadar:
aku tidak tahu apa-apa.

Aku hanya tahu versiku sendiri. Dan itu belum cukup untuk menilai hidup orang lain.

Kita tidak tau apa yang seseorang sembunyikan di balik senyumnya. Bisa jadi, dia menyimpan kesedihan yang bahkan tak sanggup ia ucapkan.
Kita tidak tau bagaimana seseorang bertahan tiap malam saat semua orang tidur, saat air matanya jatuh tanpa suara.
Kita tidak tau apa-apa...

Sampai kita berhenti menghakimi, dan mulai mendengarkan.

Sudut pandang bukan hanya tentang cara melihat, tapi tentang keberanian untuk menurunkan ego. Karena untuk melihat dari sisi orang lain, kita harus melepaskan kacamata kita terlebih dahulu. Kita harus siap menerima bahwa mungkin... kita tidak selalu benar.

Bahwa mungkin... cara orang lain menjalani hidup adalah satu-satunya cara yang bisa mereka pilih saat itu.

Dan itu tidak apa-apa.

Hidup ini terlalu luas untuk hanya satu versi kebenaran. Terlalu rumit untuk dibagi hanya menjadi benar atau salah. Dalam hidup, ada ruang abu-abu — ruang yang berisi luka lama, keputusan sulit, trauma masa kecil, pengorbanan yang tak terlihat, dan cinta yang diam-diam.

Maka ketika seseorang memilih untuk menjauh, tidak selalu berarti dia tidak peduli. Bisa jadi, itu satu-satunya cara dia menyelamatkan dirinya sendiri.
Ketika seseorang bersikap dingin, bukan berarti hatinya beku. Bisa jadi, itu bentuk pertahanan terakhir dari hati yang terlalu sering patah.

Aku menulis ini bukan karena aku sudah sepenuhnya mengerti, tapi karena aku sedang belajar. Belajar untuk tidak cepat menyimpulkan. Belajar untuk berhenti memaksa orang memahami sudut pandangku, sebelum aku mencoba memahami milik mereka.

Karena setiap orang punya latar belakang yang berbeda. Punya luka yang tidak kita tau. Punya doa-doa yang mungkin tak pernah kita dengar.

Dan kamu, yang sedang membaca ini...
Mungkin kamu sedang lelah. Mungkin kamu sedang berusaha mengerti seseorang yang sulit dimengerti. Atau mungkin, kamu sedang mencoba menerima bahwa tak semua hal bisa kita kendalikan.

Jika iya, tidak apa-apa. Kamu tidak harus paham semuanya sekarang. Yang penting, kamu sudah mau belajar. Mau mencoba melihat dari sisi lain. Dan itu adalah bentuk keberanian yang tidak semua orang punya.

Melatih sudut pandang baru bukan berarti kita melepas prinsip. Tapi memberi ruang bagi hati untuk tumbuh.

Dunia ini tidak datar, dan hidup bukan garis lurus. Ada liku, ada tanjakan, ada persimpangan. Kadang, untuk menyadari siapa diri kita sebenarnya, kita harus berjalan ke arah yang bertentangan dari semua orang. Kadang, kita harus kehilangan dulu, untuk bisa melihat dengan lebih jernih.

Perjalanan memahami orang lain, pada akhirnya adalah perjalanan memahami diri sendiri. Kita belajar lebih banyak bukan dari apa yang kita menangkan, tapi dari apa yang kita izinkan untuk berubah.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kembali Tersenyum

Sosok Yang Aku Tunggu

Titik Akhir Berpasrah: Aku Pamit