Sangkar Luka dan Bisik Sunyi

Ada sudut gelap yang selalu jadi tempat pelarianku—dari dunia yang kian kehilangan empati.
Bisikan lirih terus menggema di sudut-sudut sepi, seperti suara yang perlahan menggerogoti kewarasan.

Otakku tak pernah berhenti memutar ulang kejadian menyakitkan.
Kenangan buruk itu datang tanpa diundang, menyesakkan dada, mengunci langkah.
Setiap malam, aku hanya bisa merintih, berdoa, berharap—pada siapa saja yang sudi mendengar.

Tapi tak satu pun tangan datang menyambut. Tak ada cahaya yang muncul.
Hanya sunyi. Hanya gelap. Hanya bisikku sendiri yang akhirnya hilang ditelan ruang kosong.

Aku masih di sini—terbelenggu oleh luka, terkurung dalam sangkar kenangan yang tak pernah sembuh.

Dan aku bertanya:
Sampai kapan, semesta? Haruskah aku terus menjalani ini seorang diri?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kembali Tersenyum

Aku Bukan Pilihan, Aku Tujuan

Hiduplah Dengan Nyala