Jika Sembuh Itu Nyata
Aku benci diriku yang penuh dengan denial, seolah tidak menganggap seseorang ada, padahal aku sangat takut kehilangan.
Aku benci diriku yang penuh trust issue dan trauma, membuat aku kerap ragu akan perasaan maupun sikap baik seseorang, membuat aku menerawang jauh bagaimana peristiwa kehilangan itu akan terjadi dan kembali menyakiti.
Aku benci diriku yang seolah tidak bersyukur atas semua hal yang aku miliki, hanya karena aku tidak mengerti bagaimana bersikap atas sesuatu yang sebenarnya nyata untukku tetapi seolah perasaan semu yang ku rasakan.
Yang kini ku pahami, segala bentuk kehilangan yang aku alami, jika ku telaah lebih dalam lagi, semuanya karena diriku sendiri.
Percayalah, aku juga tidak mengerti mengapa aku seperti ini, mengapa diriku tidak bisa untuk benar-benar hidup pada sesuatu yang nyata dan menikmati hal-hal bahagia.
Aku terlalu didominasi oleh perasaan takut, hingga aku tidak menyadari banyak hal yang sia-sia dan bahkan kerap menyia-nyiakan seseorang yang sudah bersedia menjadi rumah tenang untuk pikiranku yang berisik.
Jika sembuh itu nyata,
percayalah aku ingin hidup seperti mereka yang memiliki banyak cinta dan menerimanya dengan perasaan penuh yang disertakan syukur.
Jika sembuh itu nyata,
aku hanya ingin dipertemukan pada mereka yang tidak akan membunuh percaya dan hatiku secara perlahan tetapi benar-benar mematikan segala aspek perasaan tenang yang seharusnya ku dapatkan.
Aku ingin pulang ke versi diriku yang tidak takut mencintai,
tidak ragu menerima, dan tidak terus menerus bersembunyi dari kebahagiaan.
Jika suatu hari aku sembuh,
bukan karena lukanya hilang,
tapi karena aku akhirnya berani menatap luka itu...
tanpa membiarkannya lagi mengambil kendali.
Komentar
Posting Komentar