Berjalan Tanpa Arah

Saya merasa hancur, remuk, dan kehilangan segalanya. Patah hati ini datang begitu mendalam, sampai saya tak mengerti kenapa ini bisa terjadi. Saat itu, bahkan untuk makan pun terasa mustahil. Nasi yang saya ambil hanya saya pandangi, lalu saya biarkan dingin dan akhirnya basi. Tenggorokan saya terasa tertutup, seakan tubuh saya menolak bertahan. Saya mengurung diri di kamar, berhari-hari, bahkan berminggu-minggu. Cahaya matahari yang masuk terasa mengganggu, suara orang-orang di luar kamar membuat saya semakin muak. Tidur tak memberi ketenangan, dan bangun hanya membuat saya terjatuh lagi ke dalam kenyataan yang menyesakkan.

Setelah berpikir, mungkin saya perlu keluar. Mungkin udara luar bisa memberi sedikit ketenangan, atau mungkin dengan berjalan lebih jauh saya bisa melupakan semua ini. Saya mencoba, sungguh saya berusaha. Saya pergi ke tempat-tempat tanpa jejakmu, berbaur dengan orang-orang yang tak mengenal saya, duduk di bangku taman hingga larut malam, berjalan tanpa tujuan, berharap bisa sedikit demi sedikit melupakanmu. Tapi ternyata, itu tidak berhasil.

Pikiran saya tetap tertuju padamu. Setiap kenangan yang pernah kamu tinggalkan dalam hidup saya, suaramu yang terus berputar dalam kepala saya, wajahmu yang masih jelas dalam ingatan saya. Tidak ada tempat yang cukup jauh untuk membuat saya melupakanmu, tidak ada jalan yang cukup asing untuk melepaskanmu. Saya menunduk dalam sujud yang panjang, meminta pada Tuhan, mengadu dalam isak yang tak bisa saya tahan. Saya memohon agar diberikan hati yang lebih lapang, agar bisa melepaskanmu dengan ikhlas, agar bisa berjalan maju tanpa terus menoleh ke belakang.

Saya percaya, Tuhan tidak akan meninggalkan saya. Setiap luka, setiap air mata, semua adalah cara-Nya untuk mengarahkan saya ke jalan yang lebih baik. Saya percaya, segala yang terjadi bukan untuk menghancurkan, melainkan untuk menguatkan. Namun, saya juga tak bisa bohong pada diri sendiri, perasaan ini masih ada. Itu tetap bertahan, tak berkurang, bahkan semakin memenuhi ruang dalam diri saya.

Lalu, apa yang harus saya lakukan sekarang? Saya tak lagi peduli kepada siapa hati saya akan berlabuh. Saya tak lagi mencari, tak lagi menunggu, tak lagi berharap. Yang saya tahu, saya hanya ingin melangkah, sejauh yang Tuhan izinkan, sejauh yang takdir arahkan. Jika ada luka yang harus saya lalui, biarlah saya jalani. Jika ada waktu yang harus saya lewati sendiri, biarlah saya hadapi. Karena satu hal yang saya yakini, Tuhan selalu punya rencana. Dan apapun itu, saya akan menerimanya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kembali Tersenyum

Sosok Yang Aku Tunggu

Titik Akhir Berpasrah: Aku Pamit