Perjalanan Ke Surga
Aku sering dengar kalimat ini:
"Tenang aja, semua umat Islam itu pada akhirnya masuk surga kok."
Awalnya terasa menenangkan. Tapi makin ke sini… kalimat itu justru bikin resah.
Karena muncul pertanyaan yang pelan-pelan menusuk:
"Kalau nanti juga ke surga, ya udah dong… ngapain capek-capek taat?"
"Kalau neraka cuma sementara, apa salahnya tersesat sebentar?"
Dan tanpa sadar, ini bisa jadi jebakan.
Bukan karena kalimat itu salah, tapi karena cara kita menelannya yang keliru.
Memang benar, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barang siapa yang di hatinya terdapat iman sebesar biji dzarrah, maka ia akan masuk surga.”
(HR. Bukhari-Muslim)
Tapi... kapan dia masuk surga?
Setelah apa? Setelah berapa lama ditimbang amalnya, disucikan dosanya, bahkan... mungkin dibakar dulu?
Apa kita yakin siap?
Siap ditatap tajam oleh Allah atas semua maksiat kecil yang kita anggap sepele?
Siap mempertanggungjawabkan setiap bisik, lirikan, dan postingan?
“Jangan pernah merasa aman dari azab Allah, bahkan ketika kau sedang taat. Dan jangan pernah putus asa dari rahmat-Nya, bahkan ketika kau sedang tersesat.”
—Ibn Qayyim al-Jawziyyah
Rahmat Allah memang luas,
Tapi bukan alasan untuk menunda taubat.
Neraka memang tak kekal bagi umat-Nya,
Tapi bukan alasan untuk bermain-main dengan dosa.
Karena hidup ini bukan hanya soal "di mana kita berakhir",
Tapi dengan cara apa kita sampai ke sana.
Dan percayalah, hidup dalam taat itu bukan menyiksa.
Justru itulah jalan pulang yang paling penuh peluk.
Berat? Iya. Tapi tenang.
Karena jalan ke surga memang bukan jalan nyaman,
Tapi jalan yang menyelamatkan.
Pilih Jalanmu dengan Hati-Hati
Kita hidup setiap hari di persimpangan.
Setiap langkah adalah pilihan.
Ambil yang baik, buang yang buruk—ini bukan sekadar nasihat, tapi pedoman hidup.
Dari apa yang kita makan, ucapkan, pikirkan, dan siapa yang kita pilih untuk dekat…
Semua itu menentukan kemana arah hidup kita bergerak.
Dan dalam menuntut ilmu pun begitu.
Kita harus bisa memilih ilmu yang membawa terang, bukan keraguan.
Karena kalau Imam Ahmad—yang hafal satu juta hadits saja—masih menutup telinga dari pemikiran yang keliru,
Bagaimana dengan kita yang ilmunya baru segenggam?
Jangan lihat permukaan.
Lihat nilai sejatinya.
Jangan terburu menyerap semua yang tampak "baik" dari luar,
Karena yang menyelamatkan bukan yang terlihat bijak, tapi yang berasal dari kebenaran.
Tetap Baik, Meski Dunia Tak Balas
Ada yang bilang,
"Nice guys finish last."
Tapi... mungkin bukan soal siapa yang sampai duluan,
Melainkan siapa yang tetap utuh sampai akhir.
Lihat Nabi Yusuf AS:
Dibuang, difitnah, dipenjara.
Tapi tidak pernah hilang ihsan-nya.
He didn’t lose his value—even when the world tried to bury him.
Jadi, kalau kamu pernah bertanya:
"Kenapa orang baik sering disakiti?"
"Kenapa niat tulus malah dianggap lemah?"
Ingatlah, Allah tidak pernah lalai.
Kebaikanmu tidak pernah sia-sia.
Balasannya mungkin belum datang hari ini.
Tapi ia sedang disiapkan, dalam bentuk terbaik… di waktu terbaik.
"Jadilah baik, bukan karena mereka pantas. Tapi karena kamu tahu Allah tak pernah sia-siakan kebaikan yang kamu lakukan."
—Nouman Ali Khan
Akhirnya Surga... Tapi Perjalanan Itu Pilihan
Jangan ubah dirimu hanya karena dunia tak tahu cara memperlakukanmu.
Stay soft. Stay kind. Stay excellent.
Karena setiap orang yang punya ihsan,
Punya janji dari Tuhan:
"Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan."
(QS. Yusuf: 56)
Surga itu ujungnya.
Tapi perjalanan ke sana?
Itu pilihan—yang harus kamu ambil hari ini.
Komentar
Posting Komentar