Maaf Tanpa Kembali

Ada luka-luka yang terlalu dalam untuk sembuh hanya dengan kata "maaf."
Ada hati yang sudah terlalu remuk karena disakiti, meskipun katanya itu "tidak disengaja."
Tapi bagiku, ketidaksengajaan pun tetap melukai, apalagi jika terjadi berkali-kali.

Maka dari itu, aku belajar memaafkan bukan karena aku melupakan,
tapi karena aku ingin melanjutkan hidup tanpa membawa beban yang terus-menerus memberatkan langkahku.

Aku memaafkan.
Bukan karena kamu layak mendapatkannya,
tapi karena aku layak untuk tenang.

Tapi meski begitu,
bukan berarti aku ingin berjumpa lagi.
Bukan berarti aku ingin segala sesuatu kembali seperti dulu,
seolah tak pernah ada air mata yang jatuh,
atau hati yang hancur karena perbuatanmu—baik sengaja atau tidak sengaja.

Karena bagiku, kehadiranmu terlalu identik dengan luka.
Dan aku sedang belajar hidup tanpa rasa sakit itu lagi.

Aku pernah memberi kesempatan.
Berkali-kali.
Dengan harapan kamu bisa memahami bahwa hatiku juga punya batas.
Tapi nyatanya, yang tidak disengaja sering kali hanya jadi alasan untuk tidak bertanggung jawab atas luka yang ditinggalkan.

Maka kini aku memilih menjaga jarak.
Bukan karena dendam.
Tapi karena sadar:
tidak semua yang telah menyakitiku layak berada dalam hidupku lagi.

Memaafkan bukan tentang membiarkanmu masuk lagi ke dalam hidupku.
Itu tentang aku,
yang berusaha menutup luka tanpa perlu kamu ikut campur.

Aku tak membencimu,
tapi aku juga tak ingin kamu kembali.
Karena ada kedamaian yang tidak bisa tumbuh saat kamu hadir.
Ada ketenangan yang hanya muncul saat jarak tercipta.

Dan jika suatu hari kamu bertanya,
"Apakah aku masih ada di hatimu?"
Jawabannya sederhana:
Aku pernah menyayangimu,
tapi aku lebih memilih sembuh.

Aku tidak ingin terus mengulang bab yang sama dalam buku yang seharusnya sudah selesai kubaca.
Karena kali ini,
bukan kamu yang kulepaskan,
tapi diriku sendiri—
dari luka yang tak pernah kamu akui,
dan dari perasaan yang terlalu sering kamu abaikan.

Kini aku tahu,
bahwa mencintai diri sendiri juga butuh keberanian.
Dan menjauh darimu…
adalah bentuk paling jujur dari keberanianku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kembali Tersenyum

Sosok Yang Aku Tunggu

Titik Akhir Berpasrah: Aku Pamit