Bukan Sembuh Tapi Menerima

Sembuh itu bukan tujuan. Ia hanya ilusi yang terlalu sering dijanjikan—seolah semua luka bisa disembuhkan, seolah waktu selalu cukup untuk menghapus jejak perih.

Padahal, aku tidak sedang mencari obat. Aku tidak butuh janji bahwa semuanya akan baik-baik saja. Yang aku butuhkan hanyalah ruang. Ruang untuk bernapas, meski napas itu berat. Ruang untuk merasa sakit, tanpa harus segera bangkit. Ruang untuk mengakui bahwa tidak apa-apa jika hari ini belum kuat.

Jangan paksa dirimu tersenyum hanya untuk terlihat baik-baik saja. Biarkan air mata bicara saat hatimu tak mampu menyuarakan luka. Jangan paksa lukamu sembuh sebelum ia sempat bercerita. Biarkan ia menjadi bagian dari perjalananmu—bagian yang menyakitkan, tapi nyata.

Aku sudah lelah berharap.
Biarlah luka ini perlahan mengikis harapan demi harapan, sampai yang tersisa hanya keheningan dan aku yang duduk diam, menerima.

Karena aku sadar, tidak semua luka harus hilang. Tidak semua kehilangan bisa digantikan. Dan tidak semua kesedihan harus disembunyikan.

Terkadang, yang paling kita butuhkan bukan sembuh. Tapi penerimaan—bahwa ada bagian dari diri kita yang retak, dan itu tidak membuat kita kurang. Bahwa ada luka yang akan tetap tinggal, dan itu tidak membuat kita lemah. Bahwa menjadi manusia bukan tentang selalu kuat, tapi tentang berani merasa, meski tidak ada yang mengerti.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kembali Tersenyum

Sosok Yang Aku Tunggu

Titik Akhir Berpasrah: Aku Pamit