Terbelenggu

Rantai mengikat setiap jengkal tubuh ini—
mengulur, melilit,
menggenggam tanpa belas kasih.

Hari demi hari,
lilitannya semakin erat.
Membungkam langkah,
menahan napas.

Bekasnya tercetak,
bukan hanya di kulit—
tapi jauh lebih dalam.
Jejak-jejak tak kasatmata
yang menyesakkan dada.

Semakin aku berusaha melonggarkan,
semakin erat ia mencengkeram.
Seakan aku tak boleh lepas,
seakan aku harus tetap tunduk.

Sesak.
Sakit.
Muak.

Bisikan-bisikan itu tak pernah hening,
menyelinap dalam mimpi,
menghantui saat terjaga.

Namun...
di tengah gelap yang pekat,
masih ada setitik cahaya
yang berkedip—
lemah,
tapi belum padam.

Berharap.
Menanti.
Entah sampai kapan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kembali Tersenyum

Sosok Yang Aku Tunggu

Titik Akhir Berpasrah: Aku Pamit