Pelukan Yang Kupinta Dalam Diri
Aku bukan siapa-siapa—hanya seorang gadis yang selalu menggantung harap pada langit yang tak pernah lelah mendengarku.
Bukan karena tak ingin berbagi, tapi karena hatiku terlalu penuh. Kata-kata selalu kesulitan menemukan jalan keluar.
Saat sedih datang tanpa permisi, saat kecewa mengetuk tanpa aba-aba, aku menelannya sendiri—tanpa suara, tanpa air mata yang terlihat dunia. Hanya Tuhan yang tahu, betapa sesaknya dada saat aku tersenyum, sementara hati ini berdesak-desakan dengan luka yang kupeluk diam-diam.
Aku bukan tempat untuk berbagi duka, karena aku lebih memilih menjadi sandaran bagi mereka yang tak tahu harus bersandar pada siapa. Biarlah aku menjadi telinga, tempat cerita-cerita orang lain bernaung, sementara ceritaku sendiri kubisikkan pelan pada senja dan sajadah yang diam.
Aku bersandar pada diriku sendiri, karena hanya aku yang tahu seberapa dalam aku tenggelam, dan bagaimana aku terus belajar berenang—meski tak ada yang melihat aku nyaris karam.
Dan dalam doa yang tak bersuara itu, aku menitipkan semuanya: rasa yang tak terucap, tangis yang hanya tumpah dalam hening, dan harapan... bahwa suatu saat, aku pun akan dipeluk—bukan hanya sebagai tempat bersandar, tapi sebagai hati yang juga pantas disandari.
Komentar
Posting Komentar