Penantian Yang Tak Pasti
Terkadang aku menaruh hati pada penantian yang tak pasti, namun aku tak peduli karena aku percayai hatimu yang sedang kunanti.
Tertulis sebuah harapan di hati dalam penantian panjang untuk seseorang yang dinanti, meski aku menjalani sesuatu yang tak pasti, ku berikan waktu dan ruang untuk menjalani kisah yang bahkan namanya tak mampu ku sebut.
Sejak kapan aku bersedia menunggu seseorang yang jauh dan tak terjangkau, sementara yang dekat di depan mata tak ingin ku sentuh? Kenapa aku menghabiskan energi untuk hal yang tak pasti, sementara yang pasti malah ku abaikan?
Mengapa logika tidak memberi teguran kepada hati yang telah melewati batas dalam keterlarutannya? Kebodohan macam apa yang sedang ku jalani untuk menanti sesuatu yang bahkan tak pernah ku sentuh? Kegilaan apa yang menghampiri hingga membiarkan hati terbawa emosi dalam kisah yang tak pasti? Keberanian macam apa yang ku miliki untuk percaya pada definisi yang dibuat sendiri dan menikmati hari-hari yang terasa lebih berarti?
Untuk sesuatu yang sudah pasti di depan mata, aku tak berani memulai kisah baru. Namun, dengan bodohnya aku pertaruhkan hati untuk memulai kisah baru dengan seseorang yang jaraknya ribuan kilometer. Kadang, aku merasa bingung dan bertanya-tanya, jika nanti terluka lagi, siapa yang akan mengobati? Sayangnya, hati tak peduli dengan cerita yang akan datang, sementara logika seakan mati suri hingga tak bisa memberi solusi.
Jika memang aku sedang menunggu sesuatu yang tak pasti, aku tak peduli. Ku pertaruhkan hati (bukankah memang tak ada yang pasti di bawah kolong langit ini?). Tak peduli bagaimana akhirnya nanti, seandainya yang ku tunggu memang tak pasti, dari situ aku belajar kesabaran dan kesetiaan dalam menanti. Tak peduli jika harus terluka lagi, aku sudah terbiasa dengan itu. Jika hati sudah terlanjur sebodoh ini, biarlah, toh selalu ada pelajaran dari setiap kebodohan. Jadi, biarkan aku tetap menanti.
Ku biarkan hati dipecundangi waktu untuk menanti dan jarak dalam menanti. Berapa lama hati harus dipecundangi waktu dan jarak tak masalah bagiku, yang penting jangan biarkan ini menjadi sia-sia. Jika harus demikian, aku tak akan memaksamu tetap di hati, sebab jarak yang kita miliki mungkin membuatmu tergoda oleh keindahan lain yang ada di depan mata, sementara kisah kita adalah masa lalu.
Aku harap tidak demikian denganmu, karena ini pertama kali aku mencoba mempercayai sesuatu yang tak pernah ku sentuh atau ku lihat sama sekali. Entah mengapa hati sanggup mempercayai yang jauh di mata daripada yang ada di depan mata.
Untuk yang dinanti, tetaplah seperti saat pertama kali kau masuk dalam penantian hatiku. Saat waktumu tersita oleh berbagai tugas, percayalah di sini pun aku menghadapi hal yang sama. Biarkan hati tidak terlalu egois untuk saling mengabari, dan aku tak ingin menjadi tidak tahu diri.
Entah kau diciptakan sebagai persinggahan sementara di hati atau selamanya, syukur tak terhingga ku ucapkan kepada Sang Pencipta hati untuk kisah kita ini.
Komentar
Posting Komentar