Aku Menikmati Sepi

Hening di luar, riuh di dalam, kira-kira itulah yang menggambarkan seorang introvert dengan mudah. Engga banyak bicara, namun dalam dirinya tersimpan berbagai rasa. Tapi menjadi introvert tidak mudah juga, seringkali orang memandangmu sombong dan antisosial bahkan sering juga kamu dianggap pendiam.

Mengungkapkan isi hati pun susahnya luar biasa. Kebanyakan emosi kamu simpan sendiri saja, dan duka lara pun ‘dinikmati’ dalam diam. Menjadi introvert terkadang membingungkan. Bukan maksudku menghindari orang, apalagi menyingkir dari pergaulan. Namun hati engga bisa dibohongi, sendirian seringnya jauh lebih menyenangkan.

Aku masih di sini, selalu mengamati satu persatu manusia yang lewat di hadapanku. Mencoba menerka apa yang sedang mereka lakukan. Aku masih sendiri dan mungkin akan selalu sendiri. Aku terlalu terbiasa untuk menyendiri, sampai lupa bagaimana rasanya melakukan kegiatan bersama orang lain. Sampai lupa bagaimana cara bertegur sapa dengan orang lain. Namun, aku masih bisa menikmati hal ini, menikmati hal yang mungkin bagi sebagian orang gak dapat mereka nikmati.

Aku engga ngerti bagaimana awal dari semua ini, yang aku tau dulu aku engga begitu menyukai keramaian. Hal itu berujung dengan aku mencoba menarik diri saat aku berada di keramaian. Pada akhirnya aku sadar aku menyukai sepi, sepi yang membuatku bisa merefleksikan diri. Sepi yang membuatku bisa belajar tentang manusia dengan mengamati tiap gerak-geriknya, sepi yang membuatku bisa lebih memahami bagaimana cara Tuhan mengatur kehidupan ini. Bagaimana cara Tuhan membuat garis-garis takdir dan jalan dari tiap manusia yang berbeda-beda. Aku menyukai itu semua.

Sayang rasa suka itu terlalu berlarut-larut bagiku. Aku sampai engga tau bagaimana caraku untuk kembali. Terkadang ingin rasanya bagiku memulai suatu hal yang baru, namun begitu sulit. Ingin aku mencoba keluar dari zona nyamanku, tapi takut. Yash, aku takut kalau aku engga bisa menyatu dengan ramai itu. Orang lain takkan tau kenapa aku terus menyendiri, yang mereka tau aku yang pendiam, yang tidak asyik, yang tidak bisa diajak ngobrol, yang kaku padahal sebenarnya aku hanya takut bila mereka engga suka dengan diriku yang menyukai sepi ini.

Aku tau bahwa engga banyak orang yang menyukai sepi, terkadang membuatku merasa berbeda. Merasa bahwa aku benar-benar berada di dunia yang engga sama dengan kebanyakan orang. Dan hal ini membuatku menyalahkan diriku sendiri, bahwa kenapa aku engga bisa menjadi seperti kebanyakan orang? kenapa hal yang aku sukai adalah hal yang engga disukai kebanyakan orang lain?

Aku masih berpikir seperti itu sampai suatu saat aku tersadar, mungkin bukan saatnya lagi bagiku untuk meratapi atau mengutuk diri sendiri. Mungkin pula bukan saatnya bagiku untuk memaksakan hal yang engga bisa aku lakukan. Karena mungkin Tuhan telah menciptakanku untuk menjadi salah satu mahluk-Nya yang harus menjalani kehidupan seperti ini. Karena Tuhan telah menggariskan jalan bagi tiap manusia dengan cara yang unik dan berbeda, begitu pula denganku. Dan mungkin, dengan mengisi kekosongan jalan ini aku telah menjalankan tugasku dengan baik sebagai ciptaan-Nya.

Postingan populer dari blog ini

Kembali Tersenyum

Sosok Yang Aku Tunggu

Titik Akhir Berpasrah: Aku Pamit