Salah Paham
Tidak bisa dipungkiri, kita pernah saling menyakiti hingga hubungan ini terasa semakin jauh. Kita seperti benang kusut—semakin dicoba diurai, semakin sulit terlepas. Awalnya, aku berpikir semuanya akan baik-baik saja, bahwa waktu akan menyembuhkan. Tapi ternyata, diam justru membuat jarak semakin lebar.
Aku tidak pernah menyangka masalah ini akan menimpa kita, hingga akhirnya kita harus berpisah. Kini, kita sibuk mencari siapa yang salah, seolah-olah dengan menemukan jawabannya, semuanya akan selesai. Aku tahu aku bersalah. Aku sadar bahwa sikapku yang kekanak-kanakan pernah membuatmu kesal. Kita berdebat hebat, saling melempar kata-kata kasar tanpa berpikir panjang.
Saat itu, aku memutuskan untuk menjauh sejenak. Aku butuh waktu untuk berpikir dan memahami apa yang sebenarnya terjadi. Awalnya, aku tetap merasa menjadi pihak yang benar. Aku berpikir, meskipun aku bersikap kekanak-kanakan, setidaknya kamu bisa sedikit lebih bersabar seperti biasanya. Aku berharap kamu tidak terbawa emosi, lalu kita bisa memperbaiki semuanya seperti dulu.
Tapi aku sadar, tidak ada masalah yang akan selesai dengan sendirinya. Jika kita masih peduli pada hubungan ini, kita harus berusaha bersama. Aku merindukan persahabatan kita sebelum pertengkaran itu. Aku tidak tahu apakah semuanya bisa kembali seperti dulu, tapi aku ingin mencoba.
Tanpa ada yang mau melangkah lebih dulu, kita akan terus terjebak dalam kebuntuan. Maka, aku memilih untuk melangkah ke arahmu, memberanikan diri menyapamu meski dengan gerak tubuh yang kaku. Memaafkan memang tidak mudah, tapi aku ingin berusaha.
Aku sudah mengenalmu bertahun-tahun, hafal benar sikap dan sifatmu. Aku tahu bahwa kamu bukan orang yang mudah memaafkan kesalahan seseorang, apalagi jika luka yang tertinggal begitu dalam. Kamu mungkin tidak menyimpan dendam, tapi itu bukan berarti kamu bisa begitu saja melupakan segalanya.
Aku sadar, mungkin kecil kemungkinan kamu akan menyambut permintaan maafku dengan tangan terbuka. Tapi setidaknya, aku sudah mencoba. Bagiku, persahabatan kita terlalu berharga jika harus dibiarkan berakhir hanya karena salah paham. Hubungan ini masih bisa diperbaiki, selama kita mau berdamai dengan keadaan.
Apakah hubungan kita benar-benar sudah hancur? Apakah ini memang tidak bisa diperbaiki? Haruskah kita mencari sahabat lain dan melupakan segalanya?
Jujur, aku tidak rela. Bagiku, kamu lebih dari sekadar sahabat. Kamu adalah saudara yang aku pilih sendiri, bukan yang ditentukan oleh takdir. Jika akhirnya kita sampai di titik ini, aku hanya berharap kamu menemukan jalan untuk pulang. Aku akan memilih bersabar, alih-alih menyerah dan menganggap hubungan kita sudah berakhir.
Meskipun sampai hari ini permintaan maafku belum kamu terima, dan sapaan dariku masih belum mendapat jawaban, aku tidak akan menyerah. Aku yakin, jauh di dalam hatimu, ada niat yang sama baiknya. Walaupun belum bisa kamu utarakan, aku percaya, suatu saat nanti aku akan mendengar kamu berkata, "Aku sudah memaafkanmu."
Aku hanya berharap, kamu juga memaklumi langkahku ini.
Komentar
Posting Komentar